
Desa Sikapat, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, tengah menjadi sorotan publik. Pemicu kegaduhan ini adalah hasil seleksi perangkat desa yang diumumkan belum lama ini. Pasalnya, anak dan keluarga Kepala Desa (Kades) Sikapat dinyatakan lolos seleksi, memicu gelombang protes dari warga yang mencium adanya dugaan kecurangan.
Warga menuntut transparansi dan keadilan dalam proses seleksi yang seharusnya mengutamakan profesionalisme, bukan kedekatan hubungan keluarga. Lantas, bagaimana kronologi lengkapnya?
Fakta-Fakta di Balik Seleksi Perangkat Desa Sikapat
Proses seleksi perangkat desa di Sikapat sebetulnya telah berjalan sesuai tahapan administratif. Namun, yang mengejutkan warga adalah hasil akhir seleksi yang didominasi oleh kerabat dekat kepala desa. Anak kandung, ipar, hingga keluarga lain dari Kades dikabarkan lolos dan menempati posisi strategis sebagai perangkat desa.
Tentu saja hal ini langsung memicu tanda tanya besar: apakah seleksi benar-benar objektif? Atau justru ada “permainan belakang layar” untuk meloloskan keluarga sendiri?
Beberapa warga bahkan mengklaim telah memiliki bukti kuat adanya kejanggalan dalam proses penilaian. Mereka meminta klarifikasi terbuka dari pihak panitia seleksi dan Pemerintah Kecamatan Sumbang.
Warga Melakukan Aksi Protes: Minta Ujian Diulang
Sebagai bentuk kekecewaan, warga Desa Sikapat menggelar aksi protes di balai desa. Mereka menuntut agar seleksi perangkat desa diulang, disertai dengan sistem penilaian yang transparan dan diawasi pihak independen. Aksi ini dilakukan secara damai, namun tetap menyampaikan pesan tegas kepada pemerintah desa: hentikan nepotisme!
Tak hanya itu, sejumlah tokoh masyarakat dan pemuda setempat juga ikut menyuarakan keprihatinan atas apa yang mereka sebut sebagai “dinasti desa”. Mereka berharap, pemerintah daerah—terutama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Banyumas—turun tangan menindaklanjuti laporan ini.
Reaksi Pemerintah dan Langkah Selanjutnya
Menanggapi protes warga, pihak Kecamatan Sumbang dan DPMD Banyumas menyatakan akan segera mengevaluasi proses seleksi tersebut. Mereka berjanji untuk melakukan klarifikasi kepada panitia dan pihak desa, serta menelusuri kemungkinan pelanggaran administrasi maupun etika seleksi.
Jika terbukti ada unsur kecurangan, seleksi ulang bisa menjadi opsi realistis. Hal ini penting agar masyarakat tetap percaya terhadap proses demokrasi tingkat desa.
Kesimpulan: Perangkat Desa Bukan Warisan Keluarga
Kasus di Desa Sikapat menjadi pelajaran penting bahwa jabatan publik, termasuk perangkat desa, bukanlah hak istimewa keluarga kepala desa. Proses seleksi harus mengedepankan integritas, transparansi, dan keadilan. Bila tidak, kepercayaan publik akan terus terkikis.