
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, kembali mencuri perhatian dengan kebijakan sosial yang menyentuh akar persoalan: pendidikan dan masa depan anak-anak dari keluarga tidak mampu, termasuk anak yang kerap dianggap “nakal.” Melalui dua program unggulan, yaitu asrama pendidikan dan satu keluarga miskin satu sarjana, Eri menunjukkan bahwa setiap anak, apapun latar belakangnya, berhak mendapat kesempatan yang sama untuk sukses.
Kebijakan ini tidak hanya menyasar masalah pendidikan, tetapi juga membangun karakter dan masa depan generasi muda Surabaya secara berkelanjutan. Tak heran, langkah ini menuai banyak apresiasi dari berbagai kalangan.
Asrama untuk Anak “Nakal”: Pendidikan dan Pembinaan Karakter
Tak sedikit anak-anak di kota besar seperti Surabaya yang tumbuh dalam lingkungan yang kurang mendukung. Beberapa dari mereka bahkan terjerumus ke dalam pergaulan bebas, kenakalan remaja, hingga konflik sosial. Menanggapi hal ini, Eri Cahyadi tidak memilih untuk menghukum, tetapi justru mengajak mereka ke jalur pembinaan yang positif.
Melalui program asrama pendidikan, anak-anak yang sering dianggap “nakal” akan dibina dalam lingkungan yang lebih terarah. Di asrama tersebut, mereka mendapatkan bimbingan akademik, pelatihan karakter, hingga pembinaan rohani. Tujuannya jelas: mengubah perilaku negatif menjadi potensi positif yang bisa dikembangkan untuk masa depan.
Lebih dari sekadar tempat tinggal, asrama ini dirancang sebagai rumah kedua yang memberi anak-anak harapan baru. Eri percaya bahwa anak nakal bukan anak gagal—mereka hanya butuh perhatian, arahan, dan kesempatan.
Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana: Mimpi yang Jadi Nyata
Selain asrama, program “1 keluarga miskin, 1 sarjana” menjadi solusi jangka panjang yang menjawab tantangan pendidikan di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
Dengan bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dan lembaga sosial, pemerintah kota menyediakan beasiswa penuh, termasuk biaya hidup, buku, dan fasilitas penunjang lainnya. Harapannya, ketika satu anak lulus sebagai sarjana, ia akan mengangkat taraf hidup keluarganya dan menjadi inspirasi bagi lingkungan sekitarnya.
Transisi dari kemiskinan menuju kemandirian ini menjadi bukti bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh melawan ketimpangan sosial.
Respon Positif dari Masyarakat dan Pakar Pendidikan
Berbagai pihak memuji kebijakan ini sebagai pendekatan progresif yang menyentuh langsung akar persoalan. Para pakar pendidikan menilai bahwa pembinaan melalui asrama dan akses kuliah gratis mampu mengubah mindset generasi muda dan mengurangi angka kenakalan remaja secara signifikan.
Masyarakat pun menyambut program ini dengan antusias. Banyak orang tua dari keluarga prasejahtera merasa lebih optimis terhadap masa depan anak-anak mereka.
Kesimpulan: Jalan Baru Menuju Surabaya Hebat
Melalui program asrama dan 1 keluarga 1 sarjana, Eri Cahyadi membuktikan bahwa kepemimpinan yang peduli pada akar rumput mampu menciptakan perubahan nyata. Dengan pendidikan sebagai kunci, anak-anak yang semula tersisih kini punya peluang untuk bersinar dan mengubah nasib.