
Baru-baru ini, media sosial diramaikan dengan video seorang kepala sekolah yang menuduh seorang siswa telah merusak kursi sekolah. Tidak hanya itu, kepala sekolah tersebut bahkan meminta siswa dan orang tuanya untuk mengganti kerusakan kursi tersebut dengan uang pribadi. Video berdurasi singkat itu pun sontak menjadi viral dan menuai berbagai komentar dari warganet.
Dalam video yang beredar, tampak siswa bersangkutan terdiam saat kepala sekolah mengangkat suara dan menunjuk kursi yang patah. Peristiwa ini terjadi di sebuah SMP Negeri yang lokasinya disebut berada di salah satu kota besar di Indonesia.
Respons Publik: Ramai Dikecam, Banyak yang Simpati
Seiring dengan viralnya video tersebut, warganet langsung bereaksi. Banyak yang menyayangkan sikap kepala sekolah yang dinilai terlalu emosional dan tidak memberi ruang pembelaan kepada siswa. Bahkan, sejumlah komentar menyebutkan bahwa tindakan tersebut bisa termasuk ke dalam bentuk intimidasi terhadap anak didik.
Tak sedikit pula netizen yang meminta agar pihak sekolah melakukan investigasi lebih dulu sebelum menunjuk satu pihak sebagai pelaku. “Bisa saja kursinya sudah rapuh, bukan dirusak,” tulis seorang netizen.
Klarifikasi dari Pihak Sekolah: Ada Kesalahpahaman
Tak lama setelah video viral, pihak sekolah memberikan pernyataan resmi. Menurut kepala sekolah, niat awalnya adalah untuk mendidik siswa agar bertanggung jawab atas fasilitas sekolah. Namun, ia mengakui bahwa pendekatannya kurang tepat dan terlalu keras.
“Saya minta maaf atas cara penyampaian saya. Saya tidak bermaksud mempermalukan siswa, hanya ingin menanamkan nilai tanggung jawab,” ujar sang kepala sekolah dalam pertemuan klarifikasi dengan komite sekolah.
Pendapat Pakar: Didik dengan Empati, Bukan Emosi
Pakar pendidikan anak menanggapi insiden ini dengan menekankan pentingnya pendekatan empatik dalam dunia pendidikan. Menurut mereka, ketika terjadi kerusakan fasilitas, sekolah sebaiknya mengedepankan penyelidikan objektif dan komunikasi yang sehat, bukan tuduhan langsung.
“Anak-anak harus diajarkan tentang tanggung jawab, tapi tidak dengan cara menyalahkan tanpa bukti. Prosesnya harus edukatif, bukan menyudutkan,” ujar Dr. Wulandari, pakar pendidikan anak dan psikologi sekolah.
Kesimpulan: Belajar dari Insiden untuk Perbaikan Sistem
Insiden viral ini menjadi pengingat penting bahwa lingkungan sekolah harus tetap menjadi tempat aman dan mendidik bagi siswa. Meski menanamkan tanggung jawab penting, hal itu harus dilakukan dengan cara yang tepat. Dengan komunikasi yang lebih baik, sekolah bisa membangun hubungan yang positif antara guru, siswa, dan orang tua.