
Lalampa merupakan salah satu kuliner tradisional khas Palu, Sulawesi Tengah, yang sekilas terlihat mirip dengan lemper dari Jawa. Namun, setelah mencicipinya, Anda akan segera tahu bahwa lalampa punya karakter rasa yang berbeda dan unik. Dibungkus daun pisang dan dibakar hingga harum, lalampa tidak hanya lezat, tetapi juga penuh sejarah budaya.
Kata “lalampa” sendiri berasal dari bahasa daerah yang berarti “dibakar” atau “panggang”, sesuai dengan proses memasaknya yang melibatkan pembakaran di atas bara api. Inilah yang memberikan aroma khas dan membuat lalampa berbeda dari kudapan lain.
Bahan dan Isian yang Menggoda Selera
Lalampa dibuat dari beras ketan yang telah dikukus hingga pulen, lalu diberi isian ikan tongkol suwir berbumbu rempah khas Palu. Ikan yang digunakan biasanya telah ditumis dengan bawang merah, bawang putih, serai, daun jeruk, dan cabai, menghasilkan isian yang kaya rasa dan gurih.
Setelah diisi, ketan dibungkus menggunakan daun pisang muda, kemudian dibakar di atas bara api hingga daun pisang sedikit gosong dan mengeluarkan aroma harum. Proses pembakaran ini tidak hanya memberi cita rasa smoky yang khas, tetapi juga membantu mengikat rasa dan menjaga tekstur lalampa agar tidak lembek.
Perbedaan Lalampa dan Lemper
Meski bentuknya mirip, ada beberapa perbedaan mendasar antara lalampa dan lemper. Pertama, lalampa dibakar, sedangkan lemper biasanya hanya dikukus. Kedua, isian lalampa cenderung lebih pedas dan gurih, karena menggunakan bumbu khas Sulawesi. Ketiga, aroma daun pisang yang terbakar menjadi daya tarik tersendiri dari lalampa yang tidak ditemukan pada lemper.
Dengan kata lain, jika lemper terasa lembut dan manis, maka lalampa memberikan sensasi yang lebih berani, pedas, gurih, dan smoky—benar-benar mencerminkan karakter kuliner dari wilayah Timur Indonesia.
Lalampa dalam Kehidupan Masyarakat Palu
Lalampa tidak hanya hadir sebagai makanan ringan, tetapi juga sering disajikan dalam berbagai acara adat, hajatan, hingga kegiatan keagamaan. Masyarakat Palu menganggap lalampa sebagai simbol kebersamaan dan kehangatan keluarga, karena proses pembuatannya yang biasanya dilakukan secara gotong-royong.
Kini, lalampa bisa ditemukan di berbagai pasar tradisional hingga pusat oleh-oleh di Palu. Bahkan, beberapa pelaku UMKM telah memodifikasi isian lalampa dengan bahan modern seperti abon sapi atau ayam, tanpa menghilangkan cita rasa aslinya.
Kesimpulan: Kudapan Sederhana dengan Rasa Luar Biasa
Lalampa adalah contoh sempurna bagaimana kuliner lokal bisa mencuri perhatian lewat rasa dan proses tradisionalnya. Dibalik tampilannya yang sederhana, terdapat kekayaan rasa dan nilai budaya yang tak ternilai. Jika Anda berkunjung ke Palu, jangan lewatkan untuk mencicipi lalampa, makanan ringan yang akan membuat Anda rindu pulang.