
Sejak awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, publik telah mencermati sejumlah blunder komunikasi yang kerap terjadi. Mulai dari pernyataan kontroversial, penyampaian kebijakan yang membingungkan, hingga miskomunikasi antarpejabat yang membuat masyarakat bingung. Dalam era digital yang menuntut transparansi dan kecepatan, kekacauan komunikasi seperti ini tidak bisa dianggap remeh.
Namun, siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab atas kekacauan ini? Apakah tim juru bicara yang kurang solid, atau justru masalahnya bersumber dari struktur komunikasi yang tidak efisien?
Sumber Masalah: Koordinasi yang Lemah di Lingkar Dalam Istana
Salah satu akar masalah terletak pada lemahnya koordinasi antarpejabat di lingkaran dalam Istana. Tidak jarang, pernyataan dari satu kementerian atau pejabat istana justru bertolak belakang dengan pernyataan Presiden sendiri. Hal ini menandakan adanya kurangnya briefing internal dan absennya satu suara dalam menyampaikan pesan publik.
Selain itu, perubahan kebijakan yang tiba-tiba tanpa narasi yang kuat juga menambah kebingungan publik. Di sinilah pentingnya peran tim komunikasi strategis yang belum berjalan optimal dalam pemerintahan saat ini.
Peran Juru Bicara yang Kurang Efektif
Meskipun telah ada beberapa juru bicara yang ditunjuk untuk mendampingi Presiden Prabowo, kehadiran mereka belum cukup menenangkan gejolak di media. Sebaliknya, pernyataan mereka terkadang menambah kontroversi karena kurangnya sensitivitas terhadap isu publik.
Tim komunikasi seharusnya menjadi jembatan yang menjelaskan kebijakan secara jernih dan tepat sasaran. Namun, kenyataannya, yang terjadi justru misinterpretasi dan simpang siur informasi di tengah masyarakat.
Dampak Negatif: Turunnya Kepercayaan Publik
Blunder komunikasi tidak hanya menciptakan kebingungan, tetapi juga memicu krisis kepercayaan. Masyarakat mulai meragukan keseriusan dan kapabilitas pemerintah dalam menyampaikan serta mengeksekusi kebijakan. Jika dibiarkan, hal ini dapat berdampak pada stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan secara keseluruhan.
Kondisi ini tentu tidak ideal, terutama mengingat tantangan besar yang dihadapi Indonesia saat ini—baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun geopolitik.
Solusi: Perlu Reorganisasi dan Profesionalisasi Tim Komunikasi
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu segera melakukan evaluasi total terhadap struktur komunikasi publiknya. Pengangkatan tenaga profesional di bidang komunikasi, peningkatan pelatihan untuk pejabat publik dalam berinteraksi dengan media, serta penguatan koordinasi lintas lembaga sangat dibutuhkan.
Dengan komunikasi yang lebih rapi, terukur, dan terarah, pemerintah bisa membalikkan keadaan dan mulai membangun kembali kepercayaan publik.
Kesimpulan
Blunder komunikasi dalam pemerintahan Prabowo bukanlah masalah sepele. Penyebabnya multifaktor: dari koordinasi internal yang lemah, juru bicara yang kurang mumpuni, hingga kurangnya strategi komunikasi menyeluruh. Oleh karena itu, solusi yang dibutuhkan bukan tambal sulam, melainkan pembenahan total. Jika komunikasi publik bisa diperbaiki, maka pemerintahan pun akan jauh lebih dipercaya dan dihormati.