
Dalam era digital saat ini, travelling tak lagi sekadar pelepas penat, tapi telah berubah menjadi bagian dari gaya hidup, khususnya bagi Generasi Z. Mereka bukan hanya pergi berlibur untuk menikmati suasana, tetapi juga untuk menghasilkan konten sosial media yang estetik dan “Instagramable”.
Feed media sosial yang penuh dengan foto pemandangan indah, outfit keren di spot-spot hits, hingga video cinematic perjalanan telah menjadi standar baru. Tak heran jika banyak Gen Z rela mengeluarkan kocek dalam demi menghasilkan konten yang dianggap layak tayang.
Konten Keren, Tapi Dompet Kian Tipis
Namun, di balik postingan yang memukau, tersimpan fakta menyedihkan: dompet mereka kerap jebol. Travelling yang intens, apalagi demi kebutuhan estetika konten, tentu bukan aktivitas yang murah. Biaya akomodasi, tiket pesawat, sewa properti unik untuk pemotretan, sampai makanan mahal demi “review” semuanya bisa menumpuk tanpa terasa.
Lebih jauh lagi, beberapa bahkan mengandalkan paylater atau cicilan digital, yang justru menjerat ke dalam pola konsumtif yang tidak sehat secara finansial. Demi gaya, mereka rela berutang — tanpa memikirkan konsekuensinya di masa depan.
Faktor Pemicu: FOMO dan Budaya Viral
Fenomena ini tidak lepas dari pengaruh budaya FOMO (Fear of Missing Out) yang sangat kuat di kalangan Gen Z. Ketika melihat teman atau influencer pergi ke destinasi eksotis, mereka merasa tertinggal jika tidak ikut-ikutan. Akibatnya, mereka memaksakan diri untuk ikut travelling, meski kondisi keuangan belum mendukung.
Selain itu, media sosial juga membentuk standar “hidup ideal” yang sebenarnya tidak realistis. Aktivitas travelling dianggap sebagai indikator kesuksesan, kebebasan, dan kualitas hidup yang tinggi. Padahal, tak semua gaya hidup itu mencerminkan kondisi keuangan yang sehat.
Data dan Realita: Tren Konsumsi Gen Z
Berdasarkan beberapa survei, Gen Z adalah kelompok usia yang paling banyak mengalokasikan dana untuk pengalaman dan gaya hidup, termasuk travelling dan hiburan. Mereka lebih memilih membelanjakan uang untuk hal-hal yang bisa dipamerkan di sosial media ketimbang menabung atau berinvestasi.
Ironisnya, sebagian besar dari mereka belum memiliki pendapatan tetap. Banyak masih kuliah, bekerja freelance, atau bahkan hanya mengandalkan uang saku dari orang tua. Inilah yang membuat travelling untuk konten sosial media menjadi jebakan gaya hidup.
Kesimpulan: Bijak Berkonten, Cerdas Kelola Keuangan
Travelling tentu bukan hal yang salah — justru bisa memperluas wawasan dan memberikan pengalaman berharga. Namun, jika tujuannya semata demi konten sosial media, maka perlu dipikirkan kembali. Jangan sampai keinginan tampil sempurna di dunia maya mengorbankan kondisi keuangan di dunia nyata.
Gen Z perlu belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan, serta mulai menerapkan prinsip keuangan yang sehat. Ingat, feed bisa diganti, tapi tagihan tetap harus dibayar. Jadi, tetap bisa travelling seru tanpa bikin dompet merana, asal dikelola dengan bijak!