
Kampus seharusnya menjadi ruang aman bagi mahasiswa untuk tumbuh dan berkembang. Namun, kasus dugaan pelecehan seksual oleh salah satu dosen di UIN Mataram justru menodai semangat akademik yang seharusnya dijunjung tinggi. Kasus ini kini menjadi perhatian luas, terutama setelah Korban didampingi Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB dalam mencari keadilan.
Menurut laporan yang beredar, korban adalah mahasiswi aktif yang diduga mengalami pelecehan dari seorang dosen yang memiliki posisi strategis di lingkungan kampus. Kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan dan sistem penanganan kekerasan seksual di institusi pendidikan.
Peran KSKS NTB dalam Mengadvokasi Korban
Kasus ini tak dibiarkan berlarut-larut. KSKS NTB turun tangan langsung mendampingi korban secara hukum dan psikologis. Koalisi ini merupakan gabungan dari beberapa LSM yang fokus terhadap isu kekerasan seksual dan perlindungan perempuan.
Dengan dukungan KSKS, korban kini mulai berani bersuara. Mereka menuntut agar pihak kampus serta aparat penegak hukum mengambil langkah tegas, cepat, dan adil. Pendampingan ini juga menjadi bentuk solidaritas terhadap korban kekerasan seksual lainnya agar tidak lagi takut untuk melaporkan tindakan tidak bermoral.
Respons Kampus dan Pihak Berwenang
Sementara itu, pihak UIN Mataram telah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Mereka juga membentuk tim investigasi internal guna menyelidiki dugaan pelanggaran etika akademik oleh dosen terkait.
Namun demikian, mahasiswa dan masyarakat sipil terus mendesak agar kampus tidak melindungi pelaku dengan alasan reputasi institusi. Sebab, keadilan bagi korban adalah hal yang harus diutamakan dibandingkan menjaga citra semu.
Urgensi Regulasi Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya implementasi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi. Tanpa regulasi yang dijalankan dengan serius, korban akan terus merasa terintimidasi dan tidak mendapatkan perlindungan memadai.
Lebih dari itu, kampus harus menyediakan layanan pengaduan yang aman, profesional, dan berpihak pada korban. Pendidikan tentang kesetaraan gender dan anti-kekerasan seksual juga wajib diperkuat di lingkungan akademik.
Kesimpulan: Saatnya Kampus Berbenah dan Berdiri Bersama Korban
Dugaan pelecehan seksual oleh dosen UIN Mataram bukan hanya mencoreng nama institusi, tetapi juga menguji keberpihakan kampus terhadap korban. Dengan didampingi KSKS NTB, korban kini punya harapan untuk mendapat keadilan.