
Pemerintah Indonesia resmi menaikkan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) menjadi 10%, efektif mulai 17 Mei 2025. Kenaikan ini diumumkan melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan dan disahkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus memperkuat program hilirisasi industri sawit. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan berbagai reaksi dari pelaku industri dan pengamat ekonomi.
Latar Belakang Kenaikan Pungutan
Sebelumnya, pungutan ekspor CPO berada di kisaran 0–8% tergantung harga referensi global. Namun, seiring dengan naiknya harga CPO di pasar internasional, pemerintah merasa perlu menyesuaikan skema pungutan agar lebih optimal dan proporsional.
Selain itu, peningkatan pungutan ini juga bertujuan untuk mendanai berbagai program strategis seperti:
- Subsidi biodiesel berbasis sawit
- Replanting atau peremajaan sawit rakyat
- Riset dan pengembangan produk turunan sawit
Dengan kenaikan menjadi 10%, pemerintah berharap dapat menjaga stabilitas pasokan dalam negeri sekaligus memperkuat posisi industri sawit Indonesia di pasar global.
Dampak terhadap Industri dan Petani
Meski dimaksudkan untuk memperkuat hilirisasi, kebijakan ini tentu membawa dampak langsung bagi pelaku industri, terutama eksportir. Peningkatan beban pungutan dapat mengurangi margin keuntungan eksportir, terutama jika harga internasional mengalami fluktuasi tajam.
Di sisi lain, petani sawit dikhawatirkan terkena imbas jika perusahaan mengurangi pembelian tandan buah segar (TBS) akibat tekanan biaya. Oleh karena itu, pemerintah juga diminta untuk memastikan mekanisme perlindungan harga petani tetap berjalan.
Namun demikian, bila dana pungutan dikelola secara transparan dan tepat sasaran, maka petani justru bisa mendapatkan manfaat jangka panjang melalui program replanting dan peningkatan produktivitas.
Bagaimana Pengusaha Menyikapi?
Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan bahwa pelaku industri memahami alasan di balik kebijakan ini. Namun, mereka berharap ada evaluasi berkala terhadap tarif pungutan agar tetap adil dan adaptif terhadap kondisi pasar.
Beberapa pengusaha juga mendorong agar dana dari pungutan tersebut digunakan untuk membuka akses pasar baru, serta memperkuat diplomasi dagang di tengah meningkatnya tekanan regulasi dari negara tujuan ekspor.
Kesimpulan: Perlu Keseimbangan dalam Implementasi
Kenaikan pungutan ekspor CPO menjadi 10% mulai 17 Mei merupakan langkah penting dalam kebijakan fiskal sektor sawit. Meski bertujuan positif, pelaksanaannya harus tetap memperhatikan keseimbangan antara penerimaan negara, daya saing industri, dan kesejahteraan petani.