
Ketika Luka Belum Pulih, Pelaku Justru Lulus Ujian
Kasus dugaan bullying dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) kembali mengundang perhatian publik. Kali ini, keluarga korban menyuarakan kekecewaan dan protes keras ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pasalnya, salah satu peserta PPDS yang diduga menjadi pelaku bullying justru dinyatakan lulus ujian dan tetap melanjutkan pendidikan, seolah tidak ada masalah.
Tindakan ini dinilai melukai hati keluarga korban yang masih berjuang mencari keadilan atas perundungan yang telah berdampak serius pada kondisi psikologis korban.
Keluarga Tuntut Transparansi dan Keadilan
Dalam konferensi pers yang digelar beberapa waktu lalu, keluarga korban menyatakan bahwa proses hukum dan etik yang seharusnya dijalani oleh terduga pelaku tidak berjalan transparan. Bahkan, keluarga mengklaim belum mendapatkan kejelasan soal sanksi atau tindakan tegas dari pihak kampus maupun institusi terkait.
Lebih lanjut, mereka mendesak Kemenkes untuk turun tangan langsung dan tidak tinggal diam. Sebab, menurut mereka, jika dibiarkan, kasus seperti ini dapat terulang dan menciptakan budaya kekerasan dalam dunia pendidikan kedokteran yang seharusnya menjunjung tinggi empati dan kemanusiaan.
Kronologi Kasus: Dari Perundungan hingga Trauma Berat
Kasus ini bermula dari laporan korban yang mengaku mengalami intimidasi dan tekanan psikologis selama mengikuti pendidikan PPDS di salah satu rumah sakit pendidikan milik Undip. Bentuk perundungan yang diterima mulai dari penghinaan, tekanan berlebihan, hingga pengucilan yang menyebabkan korban mengalami trauma berat dan harus menjalani perawatan psikiatri.
Namun, alih-alih mendapat perlindungan, korban justru menyaksikan pelaku tetap mengikuti ujian dan dinyatakan lulus. Hal inilah yang memicu kemarahan keluarga dan mendorong mereka untuk menyuarakan protes secara terbuka.
Kemenkes Diminta Tidak Lepas Tangan
Keluarga korban menilai bahwa Kemenkes memiliki peran penting dalam mengawasi mutu pendidikan tenaga medis, termasuk di dalamnya menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan bebas kekerasan. Oleh karena itu, mereka menuntut Kemenkes segera:
- Membuka hasil evaluasi terhadap institusi pendidikan terkait.
- Menindak tegas pelaku kekerasan sesuai kode etik profesi.
- Menjamin perlindungan terhadap korban yang masih menjalani pemulihan.
- Membentuk tim independen untuk menyelidiki ulang kasus ini secara objektif.
Harapan untuk Perubahan Nyata
Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi institusi pendidikan kedokteran untuk berbenah secara menyeluruh. Dunia medis tidak hanya membutuhkan tenaga ahli, tapi juga pribadi yang berintegritas dan mampu menciptakan lingkungan yang saling mendukung.
Keluarga korban berharap, perjuangan mereka tidak sia-sia. Mereka ingin sistem pendidikan medis di Indonesia menjadi lebih manusiawi, transparan, dan adil bagi semua peserta didik.