
Indonesia dikenal kaya akan kuliner tradisional yang unik dan lezat. Salah satu makanan khas yang kini mulai mencuri perhatian adalah Labia Dange, sajian tradisional dari Sulawesi Tengah. Meski belum setenar makanan khas dari daerah lain, keunikan cita rasa dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya menjadikan Labia Dange sebagai permata tersembunyi dari Tanah Kaili.
Apa Itu Labia Dange?
Labia Dange adalah makanan tradisional berbahan dasar sagu, yang menjadi makanan pokok sebagian masyarakat Sulawesi Tengah, khususnya di daerah pesisir. Kata “labia” sendiri berarti makanan atau sajian, sementara “dange” merujuk pada sagu yang dimasak di atas wajan datar khusus dari tanah liat yang disebut “dango”.
Berbeda dari olahan sagu di daerah lain, Labia Dange biasanya disajikan dalam bentuk tipis, renyah, dan sedikit manis. Rasanya yang khas berasal dari perpaduan antara sagu, kelapa parut, dan gula merah yang dibakar secara tradisional.
Proses Pembuatan yang Masih Tradisional
Salah satu daya tarik utama Labia Dange adalah cara pembuatannya yang masih sangat tradisional. Pertama-tama, sagu kering disaring untuk menghasilkan butiran halus. Kemudian, campuran sagu ditabur merata di atas wajan tanah liat panas tanpa menggunakan minyak.
Setelah itu, kelapa parut dan gula merah ditaburkan di atasnya, lalu ditutup dengan lapisan sagu lagi. Proses pemanggangan ini memerlukan ketelatenan dan keterampilan khusus agar Labia Dange matang merata dan tidak gosong.
Tidak hanya sekadar memasak, proses ini juga menjadi bagian dari warisan budaya yang terus dilestarikan oleh masyarakat setempat.
Di Mana Bisa Menemukan Labia Dange?
Labia Dange dapat ditemukan di beberapa wilayah Sulawesi Tengah, seperti di Kabupaten Donggala dan Sigi. Biasanya makanan ini dijual di pasar tradisional atau disajikan dalam acara adat dan pesta keluarga.
Karena pembuatannya yang masih mengandalkan metode manual, Labia Dange tidak mudah ditemukan di luar daerah asalnya. Namun, seiring meningkatnya minat wisata kuliner dan budaya, permintaan terhadap makanan ini juga ikut meningkat.
Potensi Kuliner Lokal yang Perlu Diangkat
Labia Dange bukan hanya makanan biasa. Ia merupakan cerminan kearifan lokal dan simbol ketahanan pangan masyarakat Sulawesi Tengah. Di tengah gempuran makanan modern, Labia Dange hadir sebagai pengingat bahwa makanan tradisional pun bisa bersaing asalkan diberi ruang untuk tumbuh dan berkembang.
Dengan mengangkat Labia Dange ke ranah yang lebih luas—baik melalui media sosial, festival kuliner, maupun platform digital—makanan ini berpotensi menjadi ikon kuliner baru yang membanggakan Indonesia.
Penutup: Saatnya Labia Dange Menjadi Bintang Kuliner Sulawesi
Labia Dange adalah contoh sempurna bagaimana warisan leluhur bisa tetap hidup di tengah zaman modern. Selain menggugah selera, ia juga membawa cerita panjang tentang budaya, tradisi, dan kebersamaan.